BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
1.1.1
Latar
Belakang
Dalam
pembicaraan terdahulu sudah disebutkan bahwa makna sebuah kata secara sinkronis
tidak akan berubah. Pernyataan ini menyiratkan juga pengertian bahwa kalau
secara sinkronis makna sebuah kata tidak akan berubah maka secara diakronis ada
kemungkinan bisa berubah. Jadi, sebuah kata yang pada suatu waktu dulu bermakna
‘A’, misalnya, maka pada waktu sekarang bisa bermakna ‘B’, dan pada suatu waktu
kelak mungkin bermakna ‘C’ atau bermakna ‘D’. Sebagai contoh kita lihat kata sastra yang paling tidak telah tiga kali
mengalami perubahan makna. Pada mulanya kata sastra ini bermakna ‘tulisan’ atau ‘huruf’; lalu berubah menjadi
bermakna ‘buku’; kemudian berubah lagi menjadi bermakna ‘buku yang baik isinya
dan baik bahasanya’; dan sekarang yang disebut karya sastra adalah karya yang
bersifat imaginatif kreatif. Karya- karya yang bukan imaginatif kreatif seperti
buku sejarah, buku agama, dan buku matematika, bukan merupakan karya sastra.
Pernyataan
bahwa makna sebuah kata secara sinkronis dapat berubah menyiratkan pula
pengertian bahwa tidak setiap kata maknanya harus atau akan berubah secara
diakronis. Banyak kata yang maknanya sejak dulu sampai sekarang tidak pernah
berubah. Malah jumlahnya mungkin lebih banyak daripada yang berubah atau pernah
berubah.
1.2 Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis
kemukakan diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam pembahasan makalah ini sebagai berikut :
1. Apa yang menyebabkan
terjadinya perubahan makna ?
2. Apa
sajakah wujud atau macam perubahan makna ?
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Sebab-
Sebab Perubahan
2.1.1 Perkembangan
dalam Ilmu dan Teknologi
Perkembangan
dalam bidang ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi dapat menyebabkan
terjadinya perubahan makna sebuah kata. Di sini sebuah kata yang tadinya
mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan
walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari
pandangan baru, atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat
dalam perkembangan teknologi. Perubahan makna kata sastra dan makna ‘tulisan’
sampai pada makna ‘karya imaginatif’ adalah salah satu contoh perkembangan
bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra
menyebabkan makna kata sastra itu berubah. Pandangan baru atau teori barulah
yang menyebabkan kata sastra yang tadinya bermakna buku yang baik isinya dan
baik bahasanya ‘menjadi berarti’ karya yang bersifat imaginatif kreatif.
2.1.2 Perkembangan
Sosial dan Budaya
Perkembangan
dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan
makna. Di sini sama dengan yang terjadi sebagai akibat perkembangan dalam bidang
ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya bermakna ‘A’, lalu berubah
menjadi bermakna ‘B’ atau ‘C’ jadi, bentuk katanya tetap sama tetapi konsep
makna yang dikandungnya sudah berubah. Misalnya kata saudara dalam bahasa Sansakerta bermakna ‘seperut’ atau ‘satu
kandungan’. Kini kata saudara,
walaupun masih juga digunakan dalam arti ‘orang yang lahir dari kandungan yang
sama’ seperti dalam kalimat Saya
mempunyai seorang saudara di sana, tetapi digunakan juga untuk menyebut
atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang
sama. Misalnya dalam kalimat Surat
Saudara sudah saya terima, atau kalimat Dimana
Saudara dilahirkan ?.
2.1.3 Perbedaan
Bidang Pemakaian
Dalam bagian yang lalu
sudah dibicarakan bahwa setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata
tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang
tersebut. Umpamanya dalam bidang pertanian ada kata- kata benih, menuai, panen menggarap, membajak, menabur, menanam, pupuk,
dan hama. Dalam bidang pendidikan
formal di sekolah ada kata- kata murid,
guru, ujian, menyalin, menyontek, membaca, dan menghapal.
Kata- kata yangt
menjadi kosakata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian
sehari- hari dapat terbantu dari bidangnya dan digunakan dalam bidang lain atau
menjadi kosakata umum. Oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki
makna baru atau makna lain di samping makna aslinya (makna yang berlaku dalam
bidangnya). Misalnya kata menggarap
yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya, seperti
tampak dalam frase menggarap sawah, tanah
garapan, dan petani penggarap,
kini banyak juga digunakan dalam bidang- bidang lain dengan makna ‘mengerjakan’
seperti tampak digunakan dalam frase menggarap
skripsi, menggarap usul para anggota, menggarap generasi muda, dan menggarap naskah drama.
2.1.4 Adanya
Asosiasi
Kata- kata yang
digunakan di luar bidangnya, seperti dibicarakan di atas masih ada hubungan
atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan dalam bidang asalnya.
Umpamanya kata mencatut yang berasal
dari bidang atau lingkungan perbengkelan dan pertukangan mempunyai makna
bekerja dengan menggunakan catut. Dengan menggunakan catut ini maka pekerjaan
yang dilakukan, misalnya mencabut paku, menjadi dapat dilakukan dengan mudah.
Oleh karena itu, kalau digunakan dalam frase seperti mencatut karcis akan memiliki makna ‘memperoleh keuntungan dengan
mudah melalui jual beli karcis’.
Agak berbeda dengan
perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain,
di sini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain
yang berkenaan dengan kata tersebut. Umpamanya kata amplop yang berasal dari bidang administrasi atau surat- menyurat,
makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat tetapi bisa pula
dimasukkan benda lain, misalnya uang. Oleh karena itu, dalam kalimat beri saja amplop maka urusan pasti beres,
kata amplop di situ bermakna ‘uang’
sebab amplop yang dimaksud bukan
berisi surat atau tidak berisi apa- apa melainkan berisi uang sebagai sogokan.
Asosiasi antara amplop dengan uang ini adalah berkenaan dengan wadah. Jadi, menyebut wadahnya
yaitu amplop tetapi yang dimaksud
adalah isinya, yaitu uang.
2.1.5 Pertukaran
Tanggapan Indra.
Alat
indra kita yang lima sebenarnya sudah mempunyai tugas-tugas tertentu untuk
menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Umpamanya rasa pahit, getir,
dan manis harus ditanggap oleh alat perasa lidah. Rasa panas, dingin, dan sejuk
harus ditanggap oleh alat perasa pada kulit. Gejala yang berkenaan dengan
cahaya seperti terang, gelap, dan remang- remang harus ditanggap dengan alat
indra mata; sedangkan yang berkenaan dengan bau harus ditanggap dengan alat
indra penciuman, yaitu hidung.
Namun, dalam penggunaan
bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indra yang satu dengan
indra lain. Rasa pedas, misalnya, yang seharusnya ditanggap oleh alat indra
perasa pada lidah, tertukar menjadi ditanggap oleh alat indra pendengaran
seperti tampak dalam ujaran kata-katanya
cukup pedas. Keadaan ini, pertukaran alat indra penanggap, biasa disebut
dengan istilah sinestesia. Istilah
ini berasal dari bahasa yunani sun
artinya ‘sama’ dan aisthetikas artinya ‘tampak’.
7.1.6
Perbedaan Tanggapan
Setiap
unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna
leksikal yang teteap. Namun, karena panadangan hidup dan ukuran dalam norma
kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa
yang rendah (peyoratif), kurang menyenangkan. Disamping itu ada juga yang
menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi (amelioratif), atau yang mengenakkan.
7.1.7
Adanya Penyingkatan
Dalam
bahasa Indonessia ada bsejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan
maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan sevara keseluruhan orang sudah
mengerti maksudnya. Oleh karena itu maka kemudian orang lebih banyak
menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentuk utuhnya. Misalnya
kalau dikatakan Ayahnya meninggal tentu maksudnya adalah meninggal dunia. Jadi,
meninggal adalah bentuk singkata dari ungkapan meninggal dunia.
Kalau
disimak sebetulnya dalam khusus penyingkatan bukanlah peristiwa perubahan makna
yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi adalah perubahan
bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh (panjang) disingkat menjadi bentuk
tidak utuh yang pendek. Gejala penyingkatan ini bisa terjadi pula pada
bentuk-bentuk yang sudah dipendek kan
seperti AMD adalah singkatan dari Abri Masuk Desa; dan Abri itu sendiri adalah
kependekkan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Begitu
banyaknya kependekkan ini sehingga banyak orang yang tidak tahu lagi bagaimana
bentuk utuhnya, seperti radar, nilon,
tilang.
7.1.8
Proses Gramatikal
Proses
gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi (pengubahan kata) akan
menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi
sebenarnya bukan perubahan makna, sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai
hasil proses gramatikal. Jadi, tidaklah dapat dikatakan kalau dalam hal ini
telah terjadi perubahan makna sebab yang terejadi adalah proses gramatikal dan
proses gramatikal itu telah “melahirkan” makna-makna gramatikal.
7.1
9 Pengenbangan Istilah
Salah
satu upaya dalam pengemabangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan
kosa kata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan memberi makna baru, entah
dengan menyempitkan makna tersebut, meluaskan, maupun memberi arti baru sama
sekali.
7.2 Jenis Perubahan
7.2.1
Meluas
Yang
dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah
kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah ‘makna’, tapi
kemudiankarena berbagai fgaktor menjadi memiliki makna-makna lain.
7.2.2
Menyempit
Yang
dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata
yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi
terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya, kata sarjana yang pada mulanya
berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendikiawan’, kemudian hanya berarti oarang yang
lulus dari perguruan tinggi.
7.2.3
Perubahan Total
Yang
dimaksud dengan perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata
dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih
ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya nampaknya sudah
jauh sekali. Misalnya, kata ceramah pada mulanya berarti ‘cerewet’ atau ‘banyak
cakap’ tetapi ini berarti ‘pidato atau uraian’ mengenai sesuatu hal yang
disampaikan di depan orang banyak.
7.2.4
Penghalusan (Eufemia)
Dalam
pembicaraan mengenai penghalusan ini kita berhadapan dengan gejala
ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna kata
yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan digantikan kecenderungan
utuk menghaluskan makna kata tanpaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat
bahasa Indonesia.
Gejala
penghalusan makna ini bukan barang baru dalam masyarakat Indonesia. Orang-orang
dulu yang karena kepercayaan atau sebab-sebab lainnya akan mengganti kata buaya atau harimau dengan kata nenek;
mengganti kat ular dengan kata akar atau oyod.
7.2.5
Pengasaran
Yang
disebut dengan perubahan pengasaran adalah usaha untuk mengganti kata yang
maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau
gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah
atau untuk menunjukkan kejengkelan. Namun, banyak juga kata yang sebenarnaya
bernilai kasar tetapi sengaja digunakan untuk lebih memberi tekakanan tetapi
tanpa terasa kekasarannya.
Abdul
Chaer, 2009:130-145
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking